Minggu, 15 April 2012

Sejarah: Kritik atas Teori Evolusi

Cerita asal usul manusia pada artikel sebelum ini menunjukkan bahwa kehidupan ini dimulai oleh kemuncullan sebuah sel pertama di laut. Dalam waktu jutaan tahun, sel itu berkembang dalam jumlah yang besar dan berevolusi (berubah secara perlahan-lahan) menjadi berbagai ragam makhluk hidup. Ikan laut yang berhasil melompat ke daratan secara perlahan (dalam waktu jutaan tahun) mengembangkan tangan dan kaki pertama di dunia. Bila kita percaya pada teori evolusi, secara otomatis kita percaya bahwa bukan Tuhan yang menciptakan makhluk hidup, melainkan makhluk hidup itu muncul dengan sendirinya. Mana yang benar? Teori evolusi atau teori penciptaan?


Pada tahun 1860, terjadi sebuah perdebatan sengit antara penganut Kristen dan Ilmuwan Pendukung Evolusi di Universitas Oxford, Inggris. Saat itu, Gereja dan para pendukung Darwin berhadap-hadapan secara langsung. Agama Kristen percaya bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah, oleh karena itu teori evolusi dianggap ide yang menantang kitab suci. 
Pada perdebatan itu, Uskup Samuel Wilberforce (1805-1873) yang mendukung kitab suci berhadapan dengan Henry Huxley (1825-1895) yang mendukung evolusi, mewakili Charles Darwin yang waktu itu sedang sakit. Siapa yang menang? Tak ada. Debat itu berakhir dengan kerusuhan. Tapi selama dua abad kemudian, teori evolusi yang nampaknya diterima secara umum. Orang-orang melihat teori evolusi sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Benarkah?

Samuel Wilberforce
Henry Huxley




Neo Darwinisme

Pada abad ke-21 ini orang-orang mulai meragukan teori evolusi, terutama setelah munculnya berbagai penemuan dalam ilmu pengetahuan alam. Ilmu pewarisan sifat yang dikembangkan oleh Mendel mengatakan bahwa makhluk hidup berkembang-biak dengan mengikuti sifat-sifat induknya. Kalau begitu, bagaimana mungkin ikan menjadi reptil, kemudian reptil menjadi mamalia dan mamalia menjadi manusia? Bukankah makhluk hidup terlahir hanya mewarisi sifat induknya? 

Rantai DNA yang merupakan database sifat-sifat makhluk hidup pada tingkat sel




Para pengikut Darwin tak dapat mengabaikan teori pewarisan sifat yang disebut "ilmu genetika" ini. Mereka sekarang disebut "Neo-Darwinis" (pengikut Darwin yang menggunakan ilmu genetika dalam memperkuat teori evolusi) Mereka kemudian "ngeles" dengan mengatakan bahwa terdapat beberapa titik dalam sejarah di mana terjadi "kecelakaan" di tingkat gen manusia yang menyebabkan urutan kode gen berubah dan akibatnya adalah kemuncullan rupa makhluk hidup yang berbeda dari rupa induknya (misalnya induk jerapah yang berleher pendek melahirkan anak jerapah yang berleher lebih panjang). Menurut para "neo-Darwinis", kecelakaan ini disebut mutasi.
Apakah "teori mutasi" dapat kita terima untuk memperkuat "teori evolusi makhluk hidup"? Apakah pernah ada dalam sejarah ketika rupa manusia masih menyerupai kera? Apakah cerita tentang asal usul makhluk hidup dan manusia purba yang kita jumpai di pelajaran sekolah dasar itu masih dapat kita terima? 


Kritik I: Mutasi itu Membahayakan

Para neo-darwinis pendukung evolusi menggunakan teori “mutasi” untuk menjelaskan terjadinya evolusi. Jadi, ikan purba dahulu mengalami kecelakaan pada tingkat sel sehingga sirip mereka menjadi kaki dan gelembung udara mereka menjadi paru-paru, sampai ketika semua itu berubah menjadi berbagai macam spesies: reptil, mamalia, burung, dan manusia, miliaran kecelakaan mutasi telah terjadi dan menjelaskan mengapa kini makhluk hidup berbeda-beda. Berikut ini contoh evolusi makhluk hidup: 

Evolusi dari ikan, menjadi reptil, menjadi kera, kemudian menjadi manusia

Teori evolusi mengatakan bahwa kehidupan muncul dari laut (baca artikel bagian sebelumnya)
Menurut teori evolusi, dahulu jerapah mempunyai leher pendek, kemudian berevolusi menjadi panjang

Dari mana asalnya burung? menurut teori evolusi, burung berkembang dari reptil!
Dari mana asalnya manusia? menurut teori evolusi, manusia berkembang (berevolusi) dari kera!





Benarkah terjadi kecelakaan pada gen kera sehingga berjuta-juta tahun kemudian muncul manusia?


Karena terlalu banyak makan, manusia akan berevolusi menjadi babi! (just kidding!)

Benarkah miliaran mutasi telah terjadi sehingga satu sel pertama di laut berkembang pesat menjadi ikan, reptil, mamalia, burung dan manusia?? Apakah mutasi benar-benar telah merubah makhluk hidup menjadi sedemikian banyak rupa dan macamnya?


Namun pada kenyataannya, mutasi sangat jarang terjadi, dan sekalipun terjadi, merusak struktur tubuh makhluk hidup. Seorang pakar biologi genetika dari Amerika, B.G. Ranganathan, membandingkan mutasi dengan gempa bumi yang mengguncang struktur gedung yang sudah rapih. Beton, bata, semen, lantai, yang sudah tersusun, menjadi berantakan. Apakah gedung itu menjadi gedung yang lain dan tetap eksis seperti sediakala?
Sejauh ini, para Neo Darwinis bereksperimen, mencoba memberikan radiasi radioaktif pada binatang-binatang tertentu, berharap menemukan hasil mutasi yang memuaskan, tapi harapan itu selalu kandas. Perhatikan dua ekor lalat berikut:


Lalat Normal
Lalat Mutan (setelah diberikan radiasi radioaktif)

Seorang ilmuwan Neo Darwinis memberikan sinar radiasi kepada seekor lalat normal. Akibatnya, DNA lalat tersebut mengalami mutasi dan terjadilah kerusakan struktur: dua tungkai kaki tumbuh di kepala lalat tersebut. Alih-alih menjadi spesies lain, lalat tersebut malah menjadi lalat yang cacat, persis seperti penduduk Hirosima dan Nagasaki pada Perang Dunia II yang terkena efek radiasi radioaktif bom atom: DNA mereka mengalami mutasi dan struktur tubuh mereka rusak. 
Seorang Anak yang terkena radiasi nuklir
Singkatnya, cerita evolusi makhluk hidup yang digagas sejak dua abad yang lalu perlu dipertanyakan kembali kebenarannya. Benarkah sirip ikan dapat berevolusi menjadi kaki? Ataukah mungkin kera mengubah struktur tubuhnya dan berevolusi menjadi manusia? Jawabannya, tidak. bila mutasi ternyata membahayakan, maka evolusi spesies menjadi spesies lain berarti tak pernah terjadi.


Kritik II: Ilustrasi dengan data Yang tak Memadai

Pembaca yang tidak kritis tidak akan pernah mengetahui bahwa ilustrasi rupa manusia purba yang mereka lihat di majalah atau buku-buku sejarah dibuat hanya berdasarkan fosil sepotong tengkorak, tulang kaki, tulang rahang, atau sepotong gigi yang tidak lengkap dan tidak memberikan informasi sedikitpun mengenai bentuk bibir, struktur hidung, rupa rambut, atau pakaian yang dikenakan.
PP. Grasse, seorang biolog Prancis terkenal, mengatakan: “Andai seseorang mempunyai kejeniusan Cuvier,[i] toh orang itu tidak dapat menyusun kembali seekor hewan dari beberapa potong sisa tubuh.” 
Rahang Ramapithecus


Khayalan rupa Ramapithecus
Tengkorak Kepala Australopithecus




Khayalan rupa Australopithecus


 Kritik III: Homo Habilis adalah Kera

Seperti telah dikemukakan, Keluarga Leakey menduga bahwa Homo Habilis adalah makhluk transisi antara manusia dan kera (hal. 19). Artinya, sebelum menjadi manusia, kera terlebih dahulu berevolusi menjadi homo habilis, baru kemudian berevolusi menjadi manusia. Perhatikan gambar berikut:  


1. Kera   2. Australopithecus  3. Homo Habilis (Transisi)  4 dan 5. Homo Erektus (Manusia)
             Tapi pada tahun 1994, tiga ahli anatomi, Fred Spoor, Bernard Wood, dan Frans Zonneveld mencoba meneliti saluran setengah lingkaran pada telinga beberapa jenis manusia purba. Saluran ini memang berbeda jelas antara manusia dan kera. Jadi, kalau Homo Habilis memang makhluk transisi antara kera dan manusia, maka sudah pasti saluran ini pada telinganya pastilah mirip kera setengah dan mirip manusia setengah.
Akhirnya penelitian dilakukan, dan hasilnya cukup mengagetkan: Ternyata, saluran setengah-lingkaran pada telinga Australopithecus dan Homo Habilis sama persis seperti yang terdapat pada telinga kera zaman sekarang, sedangkan saluran-setengah lingkaran pada telinga Homo Erectus sama persis seperti yang terdapat pada manusia zaman sekarang. Sekali lagi, sama persis. 


Tak diragukan lagi: Tengkorak Australopithecus—yang ditemukan pada tahun 1924—sebetulnya adalah tengkorak kera. Dan rahang homo habilis yang ditemukan sekitar tahun 1960-an adalah rahang kera. Jadi, sebenarnya, tak pernah ada manusia-setengah kera dalam sejarah. Berdasarkan argumentasi di atas, rupa manusia purba adalah khayalan dan teorinya tidak kuat.
Adapun perbedaan antara Homo Erectus dengan Homo Neandertal mungkin hanyalah perbedaan ras, seperti perbedaan antara orang Asia yang kurus dan orang Eropa yang tinggi tegap.





[i] Baron Georges Cuvier (1769-1832) dikenal sebagai bapak Paleontologi, Zoologi, dan Botani, yang juga ahli dalam bidang fosil dan anatomi.  Beliau mengajar di Museum Sejarah Alam di Paris, salah satu lembaga ilmiah terbesar di dunia.